Mengapa Pondok Peantren dan Santri Selalu Disorot, Sebahaya itukah mereka di Negara ini ?

No comments

BATAM, Arah Batam, 13 Oktober 2025 — Tema penyuluhan intoleran, radikalisme, dan terorisme kembali menjadi agenda utama dalam kegiatan Kemah Santri (Kemistri) 2025 di Nuvasa Bay, Kota Batam. Kegiatan ini menghadirkan dua personel Tim Pencegahan Satgaswil Kepulauan Riau Mabes Polri, Tino Pratama dan Jacky Permana, yang memberikan edukasi kepada ratusan santri dari berbagai pondok pesantren.

Namun, di balik semangat penyuluhan tersebut, muncul pertanyaan dari sebagian kalangan: mengapa isu radikalisme masih terus diarahkan kepada santri?
Apakah pesantren sedemikian berbahayanya hingga selalu menjadi sasaran tema pencegahan setiap tahun?

Padahal, sejarah menunjukkan bahwa pesantren justru menjadi benteng moral dan penjaga keutuhan bangsa. Dari santri lahir tokoh-tokoh nasional seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, hingga KH Wahid Hasyim, yang menanamkan nilai cinta tanah air dan moderasi beragama.
Sebagaimana pesan KH Hasyim Asy’ari, “Hubbul wathan minal iman — cinta tanah air adalah sebagian dari iman.”

Di sela kegiatan, seorang santri senior dari salah satu pondok pesantren di Batam, Fathur Rahman (21), sempat berceletuk ringan namun menyentil.

Kami ini sibuk ngaji, hafalan, bantu masyarakat. Kadang heran juga, kok setiap tahun tema terorisme lagi, terorisme lagi. Santri itu bukan ancaman, kami justru yang jaga kedamaian,” katanya.

Celetukan itu menggambarkan perasaan sebagian santri yang merasa labelisasi negatif terhadap pesantren masih belum sepenuhnya hilang.

Di sisi lain, Tino Pratama dari Mabes Polri menegaskan bahwa penyuluhan ini bukan bentuk kecurigaan terhadap santri, tetapi langkah antisipatif agar generasi muda tidak mudah terpapar paham ekstrem.

Kita harus hidup jangan intoleran. Walaupun paham agama, tapi fanatik sosial itu tidak boleh. Kita manusia harus bersosialisasi dengan yang lainnya,” ujarnya.

Meski demikian, refleksi muncul:
Jika pesantren terus dijadikan sasaran sosialisasi bahaya radikalisme, apakah itu cermin kekhawatiran atau justru kurangnya pemahaman publik tentang wajah baru santri masa kini — santri yang kreatif, nasionalis, dan melek digital?

Karena sejatinya, seperti diungkapkan salah satu ulama muda Batam, Ustadz Zen Zainuddin, “Santri bukan sumber masalah bangsa, tapi penjaga akhlak bangsa.”

Santri hari ini bukan lagi kelompok tertutup, melainkan generasi yang aktif berdakwah di dunia maya, menjaga etika, dan menyebarkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Dan mungkin, sudah saatnya penyuluhan semacam ini berubah arah — bukan lagi “mewaspadai” santri, tapi memberdayakan santri sebagai mitra utama dalam menjaga keutuhan Indonesia.(alif abdullah)

Baca juga...

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar