Rabu, 15 Oktober 2025 | Batam, arah batam
Ledakan keras membuyarkan kesunyian dini hari di kawasan industri Tanjunguncang. Sekitar pukul 04.00 WIB, suara dentuman dari perut kapal supertanker MT Federal II mengguncang galangan PT ASL Shipyard. Api seketika menjalar dari ruang bawah kapal, tempat sejumlah pekerja tengah melakukan pengelasan dan pemotongan besi.
Kapal yang belum sepenuhnya bersih dari sisa bahan bakar itu berubah jadi kobaran neraka. Para pekerja berlarian panik, sebagian terjebak di ruang sempit tanpa jalan keluar. Dalam hitungan menit, 10 pekerja tewas, dan 21 lainnya luka-luka. Beberapa di antaranya kini dirawat intensif di RS Elisabeth dan RSUD Embung Fatimah.
Proyek Jutaan Dollar itu lagi lagi mengundang bahaya keselamatan dan mengancam jiwa pekerja , pekerjaan yang seharusnya di lakukann secara detail dan aman. safety dan K3 yang seharusnya ada di dalamnya kini di tiadakan di lapangan, hanya sebatas di atas kertas supaya tampak formalitas. mengejar target agar terus mengalirkan cuan investasi berikutnya .
“Api muncul begitu cepat dari ruang bawah,” tutur Rahmat, salah satu pekerja yang berhasil menyelamatkan diri. “Kami semua sempat dengar letupan kecil, lalu disusul ledakan besar. Setelah itu, semuanya gelap dan panas.”
Kapal Sama, Luka yang Sama
Ironisnya, kapal MT Federal II bukan pertama kali memakan korban. Empat bulan lalu, tepatnya 24 Juni 2025, kapal yang sama juga terbakar di galangan yang sama, menewaskan empat orang. Pemeriksaan kala itu menyebut penyebabnya kelalaian kerja. Namun kini, pelajaran dari tragedi tersebut seolah lenyap bersama asap las yang kembali menelan nyawa.
Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, melalui Mohamad Taofan, menyampaikan duka mendalam atas insiden ini. Ia menegaskan, pihaknya sedang mengumpulkan informasi dan tidak menutup kemungkinan akan turun langsung ke lapangan.
“Kami turut berduka sedalam-dalamnya. Setelah kejadian ini, izin perusahaan akan kami evaluasi. Bila terbukti melanggar aturan, penutupan bisa saja dilakukan,” tegas Taofan.
Disnaker Akui Pengawasan K3 Lemah
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kepri, Diky Wijaya, menilai lemahnya pengawasan K3 sebagai faktor utama kecelakaan berulang tersebut.
“Kalau pengawasan mereka kuat, kejadian seperti ini tak mungkin terulang di kapal dan lokasi yang sama,” ujarnya dengan nada kecewa.
Diky menegaskan, kali ini pihaknya tidak lagi mau mendengar alasan klasik soal kelalaian subkontraktor. Menurutnya, tanggung jawab penuh berada di tangan manajemen utama perusahaan.
“Sistem keselamatan di sana sudah jelas tidak berjalan,” tambahnya.
DPRD Desak Tanggung Jawab dan Penindakan
Ketua DPRD Batam, Muhammad Kamaluddin, menilai dua tragedi di perusahaan yang sama merupakan sinyal bahaya serius bagi dunia industri Batam. Ia menegaskan, DPRD akan melakukan inspeksi lapangan dan mendorong penyelidikan mendalam.
“Harus ada tanggapan tegas dari pemerintah dan penegak hukum. Kalau ada kesalahan, harus ada hukuman,” tegasnya.
Nada senada disampaikan Sekretaris Komisi I DPRD Batam, Muhammad Mustofa, yang menyebut kejadian ini sebagai “catatan kelam” bagi Batam.
“Beberapa bulan lalu sudah meledak, sekarang terulang lagi. Ini memalukan bagi kita semua,” ujarnya.
“Kami Bekerja Tanpa Pelatihan”
Sejumlah pekerja di kawasan galangan mengaku jarang mendapat pelatihan keselamatan. Mereka menyebut pengawasan petugas K3 di area berisiko tinggi sangat minim.
“Kami hanya dikasih helm dan masker, tidak pernah simulasi evakuasi,” ujar Irfan, pekerja las yang sehari sebelumnya juga berada di kapal tersebut. “Kami tahu risikonya besar, tapi siapa yang berani menolak kerja?”
K3 di Atas Kertas, Nyawa di Lapangan
Bagi banyak pihak, tragedi di PT ASL Shipyard bukan sekadar kecelakaan, tapi potret nyata lemahnya budaya keselamatan kerja di Batam—kota industri yang gemerlap di luar, namun rapuh di dalam.
Kondisi tumpang tindih kewenangan antara Pemko Batam, Pemprov Kepri, dan BP Batam membuat pengawasan kerap tersendat. Ketika insiden terjadi, setiap lembaga bicara dalam bidangnya masing-masing—sementara di lapangan, nyawa pekerja menjadi taruhan.
Aroma Besi, Asap, dan Lupa
Tragedi di MT Federal II kembali menampar kesadaran publik bahwa di balik gemerlap industri, ada pekerja yang mempertaruhkan hidupnya demi mengejar target produksi.
“Kami hanya ingin pulang kerja dalam keadaan hidup,” bisik Rahmat, menatap sisa bara di kapal yang kini membisu.
Batam boleh bangga sebagai kota industri maritim, tapi selama keselamatan hanya menjadi formalitas di atas kertas, setiap denting besi di galangan masih menyimpan kemungkinan menjadi dentuman kematian berikutnya dan korban giliran selanjutnya .(alif abdullah)